Para
ulama Ahlussunnah menyepakati bahwa ijma' (kesepakatan) para ahli ijtihad
adalah perkara yang haqq, dan orang yang menyalahinya telah tersesat karena
ummat Islam tidak akan bersepakat (bersatu) dalam kesesatan. Telah diriwayatkan
dengan sahih bahwa sahabat Abu Mas'ud al Badri –semoga Allah meridlainya- mengatakan :
" إن الله لا يجمع أمة محمد على
ضلالة " (رواه الحافظ ابن حجر)
"Sesungguhnya Allah tidak akan mempersatukan ummat
Muhammad di atas kesesatan" (H.R. Ibnu Hajar)
Ibnu Majah
meriwayatkan dari Anas ibn Malik bahwa ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda :
"إن أمتي لا تجتمع على ضـلالة ، فإذا رأيتم اختلافا فعليكم
بالسـواد الأعظم "
Maknanya: "Sesungguhnya ummatku tidak akan bersatu atas
suatu kesesatan, jadi jika kalian melihat adanya perpecahan bergabunglah dengan
jumlah yang mayoritas di antara mereka".
At-Turmudzi
juga meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam
bersabda
:
"إن الله لا يجمع أمتي" أو قال: "أمة محمد على
ضلالة ، ويد الله مع الجماعة ، ومن شذ شذ إلى النار "
Maknanya : "Sesungguhnya Allah tidak akan mempersatukan
ummat-Ku (atau beliau berkata Ummat Muhammad) di atas kesesatan, Allah
senantiasa melindungi al Jama'ah -kelompok mayoritas- dan barang siapa memisahkan diri (dari
mayoritas) maka ia akan terpisah di neraka".
Hadits ini menunjukkan bahwa bersatu (berkumpul)-nya kaum
muslimin adalah sesuatu yang menghasilkan kebenaran dan yang dimaksud dengan
bersatu-nya kaum muslimin adalah ijma'-nya para ulama'.
Al Hafizh
Ibnu Hajar mengatakan dalam at-Talkhish al Habir : "Perkataan
ar-Rafi'i : Dan ummat Muhammad terpelihara (maksum) dan tidak akan bersatu atas
suatu kesesatan. Ini terdapat dalam hadits yang masyhur, memiliki banyak jalur
(thariq) yang masing-masing tidak lepas
dari kritik. Di antaranya jalur yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Malik
al Asy'ari bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:
" إن الله أجاركم من ثلاث خلال : أن لا يدعو عليكم نبيكم
لتهلكوا جميعا ، وأن لا يظهر أهل الباطل على أهل الحق ، وأن لا يجتمعوا على ضلالة
".
Maknanya : "Sesungguhnya Allah melindungi (menyelamatkan)
kalian dari tiga hal : bahwa Nabi kalian tidak akan mendoakan agar kalian
musnah semuanya, ahlul bathil tidak akan pernah mengalahkan ahlul haqq dan
kalian tidak akan bersatu di atas kesesatan".
Dalam sanad hadits ini terdapat inqitha' (keterputusan sanad).
At-Tirmidzi dan al Hakim juga meriwayatkan dari Ibnu Umar
secara marfu' bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:
" لا تجتمع هذه الأمة على ضلال
أبدا "
Maknanya : "Ummat ini tidak akan bersatu di atas kesesatan,
selamanya".
Dalam hadits ini terdapat Sulaiman ibn Sufyan al Madani,
seorang perawi yang dla'if. Al Hakim meriwayatkan beberapa syahid untuk hadits ini.
Mungkin juga
digunakan sebagai dalil untuk masalah ini hadits Mu'awiyah yang marfu' :
"لا يزال من أمتي أمة قائمة بأمر الله لا يضرهم من خذلهم ولا
من خالفهم حتى يأتي أمر الله " أخرجه الشيخان
Maknanya : "Akan senantiasa ada di antara ummat ini golongan
yang melaksanakan ajaran Allah dengan sempurna, tidak berbahaya bagi mereka
orang yang tidak memperdulikan atau menyalahi mereka hingga tiba hari kiamat". (H.R. al
Bukhari dan Muslim)
Dalil yang bisa diambil dari
hadits ini bahwa dengan adanya kelompok ini yang melaksanakan semua perintah
Allah dengan sempurna hingga tiba hari kiamat tidak akan terjadi kesepakatan di
atas kesesatan.
Ibnu Abi
Syaibah juga meriwayatkan dari Yasiir bin 'Amr, ia berkata : Kami mengantar
Ibnu Mas'ud ketika pergi meninggalkan Madinah, Ibnu Mas'ud singgah sebentar di
jalan menuju al Qadisiyyah lalu masuk kebun dan buang air, kemudian ia
berwudlu' dan mengusap dua kaos kakinya kemudian keluar dan janggutnya masih
menetes air darinya, lalu kami berkata kepadanya : Berilah pesan terpenting
bagi kami, karena orang sudah banyak yang terjatuh dalam fitnah dan kami tidak tahu apakah kami akan bertemu
denganmu lagi atau tidak !, Kemudian Ibnu Mas'ud mengatakan :
" اتقوا الله واصبروا حتى يستريح بر أو يستراح من فاجر ،
وعليكم بالجماعة فإن الله لا يجمع أمة محمد على ضلالة "
"Bertakwalah kepada Allah hingga orang yang baik
tenang (tidak terganggu) atau orang yang jahat diambil oleh Allah, dan tetaplah
bersatu dengan al Jama'ah karena Allah tidak akan menyatukan ummat Muhammad
di atas kesesatan".
Sanad hadits ini sahih, dan
hal semacam ini tidak mungkin dikatakan oleh Ibnu Mas'ud dari pendapat
pribadinya, malainkan diambil dari Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi
Syaibah dengan jalur lain dari Nu'aym ibn Abi Hind bahwa Abu Mas'ud keluar
meninggalkan Kufah, maka beliau mengatakan :
"وعليكم بالجماعة فإن الله لم يكن ليجمع أمة محمد على ضلال "
"Dan tetaplah bersatu
dengan al Jama'ah karena Allah tidak akan menyatukan ummat
Muhammad di atas kesesatan".
Ad-Darimi
juga meriwayatkan dari 'Amr ibn Qays secara marfu' :
" نحن الآخرون ونحن السابقون يوم القيامة "وفي آخره :
"وإن الله وعدني في أمتي وأجارهم من ثلاث : لا يعمهم بسنة ، ولا يستأصلهم عدو
، ولا يجمعهم على ضلالة ".
Maknanya : "Kami adalah ummat yang terakhir dan paling awal
masuk surga di hari kiamat" , dan di akhir hadits ini :
"Dan sesungguhnya Allah berjanji kepadaku untuk ummatku dan
melindungi mereka dari tiga hal : tidak terkena kelaparan yang merata, tidak
akan dihabisi oleh musuh dan tidak akan disatukan di atas kesesatan". (H.R. ad-Darimi)
Al Imam
Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Abu Dzarr secara marfu' bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:
" اثنان خيـر من واحد وثلاث خيـر من اثنين وأربعة خيـر من
ثلاثة ، فعليكم بالجماعة فإن الله عز وجل لن يجمع أمتي إلا على هدى "
Maknanya : "Dua orang lebih selamat dari jika orang
sendirian, tiga orang lebih baik dari dua orang dan empat orang lebih baik dari
tiga, jadi tetaplah bersatu dengan al Jama'ah karena Allah tidak akan menyatukan ummat-ku kecuali di atas
petunjuk dan kebenaran".
Kebenaran
ijma' ini juga telah dijelaskan oleh sekian banyak ulama Ahlussunnah dan mereka
menegaskan bahwa ijma' tidaklah khusus terjadi pada masa sahabat saja. Di
antara para ulama tersebut adalah al Imam asy-Syafi'i, ath-Thahawi, as-Subki,
az-Zarkasyi, al Khathib al Baghdadi, al Asfarayini, Ibnu Amiir al Hajj dan
lain-lain.
Bahkan telah
dinukil dengan sahih bahwa al Imam Ahmad menukil ijma' dalam beberapa masalah
sebagaimana dinyatakan oleh al Imam Ibnu al Mundzir, al Hafizh Ibn al Jawzi dan
lainnya.
Allah ta'ala
berfirman :
)ومن يشاقق الرسول من بعد ما تبين له الهدى ويتبع غيـر سبيل
المؤمنين نوله ما تولى ونصله جهنم وساءت مصيـرا ( (سورة النساء : 115 )
Maknanya:
“Dan barang siapa yang menentang
Rasulullah setelah jelas baginya kebenaran dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang mukmin, maka kami biarkan ia leluasa dalam kesesatan yang ia kuasai itu
(Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan) dan kami masukkan ia ke
dalam neraka jahannam. Dan jahannam adalah seburuk-buruk tempat kembali”
(Q.S. an-Nisa: 115)
Al
Qurthubi mengatakan dalam Tafsir-nya : "Para ulama' mengatakan
tentang ayat ini : ayat ini adalah dalil kebenaran mengikuti ijma'". Ibnu
Katsir mengatakan dalam Tafsir-nya: "Yang dijadikan referensi oleh
al Imam asy-Syafi'i dalam berhujjah bahwa ijma'
adalah hujjah yang haram untuk disalahi adalah ayat ini, ini beliau
temukan setelah merenung dan berfikir lama. Ini termasuk istinbath yang sangat
bagus dan sangat kuat".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar